Efek gambar peringatan bahaya merokok (pictorial health warning) Bagi generasi Muda Sumatera Barat

Artikel EKO KURNIAWAN, S.Kom(Diskominfo) 14 Maret 2017 13:09:07 WIB


Oleh : wakidul Kohar

Di antara misi pembangunan jangka menengah provinsi Sumatera Barat, adalah meningkatkan sumberdaya manusia yang sehat dan bersih. Implementasi hal tersebut diantaranya adalah mengukur sejauh mana efektifitas iklan bahaya merokok bagi warga Sumatera Barat.

Secara  nasional hingga saat ini, pemerintah lewat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terus berupaya mencegah, mengurangi dan bahkan menghentikan warganya merokok demi mewujudkan derajat kesehatan masyarakat. Upaya ini dilatarbelakangi pandangan bahwa aktivitas merokok berbahaya untuk kesehatan, seperti kanker paru, serangan jantung, impotensi, penyakit darah, enfisema, stroke, dan gangguan kehamilan. Upaya pengamanan produk tembakau bagi kesehatan ini dilaksanakan dengan pemberian informasi tentang kandungan zat berbahaya pada setiap batang rokok, pencantuman peringatan kesehatan pada wadah rokok berupa gambar dan tulisan, pengaturan produksi dan penjualan produk tembakau, persyaratan periklanan, promosi dan  sponsor produk rokok serta prinsip penerapan Kawasan Tanpa Rokok.

Salah satu bentuk komunikasi bahaya merokok yang telah berjalan terus-menerus sampai kini dan telah akrab di tengah masyarakat adalah dengan gambar peringatan bahaya merokok (pictorial health warning) pada wadah dan iklan rokok. Pencantuman gambar peringatan bahaya merokok merupakan tindak lanjut PP No 109 tahun 2012 dan implementasi dari Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 28 Tahun 2013 Tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan Dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk Tembakau.  Dalam permenkes tersebut, salah satu poin disebutkan bahwa “setiap kemasan rokok yang beredar dan iklan-iklan bermuatan rokok di Indonesia, wajib menampilkan gambar peringatan bahaya merokok terhitung sejak 24 Juni 2014. Kemasan rokok berupa wadah yang menjual produk rokok, seperti bungkus, slot, dan tabung silinder rokok. Kewajiban ini dikenakan bagi perusahaan produsen rokok lokal maupun produk luar”.

Lima jenis gambar dan tulisan peringatan kesehatan yang wajib dicantumkan produsen rokok, yaitu 1) Gambar kanker mulut (dengan isi tulisan “Peringatan: Merokok Sebabkan Kanker Mulut”); 2) Gambar orang merokok dengan asap yang membentuk tengkorak (“Peringatan: Merokok Membunuhmu); 3) Gambar kanker tenggorokan (“Peringatan: Merokok Sebabkan Kanker Tenggorokan”);4) Gambar orang merokok dengan anak di dekatnya (“Peringatan: Merokok Dekat Anak Berbahaya Bagi Mereka); dan 5) Gambar paru-paru yang menghitam karena kanker (“Peringatan: Merokok Sebabkan Kanker dan Bronkitis Kronis”).

Kelima jenis gambar dan teks peringatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran perokok dan bukan perokok akan bahayanya merokok bagi kesehatan. Gambar tersebut dianggap mudah dilihat, relevan, dan mudah diingat serta menggambarkan aspek yang perlu diketahui oleh setiap orang.

Gambar dan tulisan peringatan kesehatan dipilih dan ditetapkan dari hasil survei dan riset yang dilakukan Kemenkes RI dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI). Dalam survei dan riset tersebut, FKM UI mengemukakan gambar-gambar tersebut terpilih setelah melewati seleksi yang cukup panjang. Langkah pertama, Kementerian Kesehatan RI menyerahkan 100 lebih gambar pada FKM-UI untuk dilakukan penyeleksian. Langkah kedua, FKM-UI mengeliminasi gambar-gambar itu menjadi enam belas besar. Pada tahap akhir, FKMUI terjun langsung ke masyarakat, dan melakukan survei konsumen dan terpilih lima gambar yang dianggap mempunyai efek mengerikan.

Menurut data Global Youth Tobacco Survey (GYTS)2014menyatakan Indonesia sebagai negara dengan angka perokok remaja tertinggi di dunia. Pada Gambar 2 menunjukkan pula usia pertama kali mencoba merokok berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin yang mana laki-laki merokok pada umur 12-13 tahun, dan sebagian perempuan pertama kali mencoba merokok pada umur di atas 7 tahun dan 14-15 tahun.

Pictorial HealthWarning (PHW) di kemasan rokok dianggap cukup efektif dari segi jangkauannya, repetisi, dan biaya. Dengan media gambar ini di kemasan rokok, dibandingkan media komunikasi lain seperti baliho, media cetak, iklan, poster, dan lain-lain, dalam menyampaikan pesan bahaya merokok menjangkau kepada segala lapisan penduduk Indonesia. Gambar-gambar tersebut juga akan dilihat berulang-ulang oleh setiap perokok yang merokok satu bungkus per hari. Selain itu, pemerintah juga tidak perlu mengeluarkan biaya banyak untuk kampanye anti-rokok. Dalam peraturan ini, pemerintah menerapkan semua beban dan biaya peringatan bahaya merokok ini kepada produsen.

Strategi komunikasi anti-rokok dengan pencantuman PHW bahaya merokok pada wadah dan iklan rokok yang telah berlangsung sejak 2014 ini tidak menunjukkan penurunan jumlah perokok. Berdasarkan data The Tobacco Atlas 2015 menunjukkan 66%perokok di Indonesia, naik menjadi 1,1 persen dibanding tahun 2014 yaitu 64,9 %. Bahkan perokok pemula ditargetkan bisa diturunkan (jumlah perokok pemula) dari angka 7 lebih menjadi 5,2% malah pada tahun 2016 naik menjadi 8,8%, seperti diungkapkan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI.

Data ini berbanding terbalik dari tujuan komunikasi PHW yang telah dilakukan pemerintah. Data ini juga menjadi poin penting dalam penelitian ini, dan menjadi pertanyaan pokok bagaimana pemaknaan perokok (khususnya perokok pemula) dari PHW bahaya merokok dan mengapa sehingga menolak pesan yang disampaikan PHW bahaya merokok.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis teks PHW secara semiotika dan analisis resepsi perokok pemula terhadap gambar peringatan bahaya merokok (PHW),oleh Fazil. Kiranya dapat diterapkan oleh pengambil kebijakan di Sumatera Barat.

Dalam penerimaan (resepsi), makna-makna PHW bahaya merokok diterima secara umum bahwa merokok berbahaya (dominant reading), tetapi ditolak secara khusus jika mengatakan menyebabkan penyakit separah seperti gambar PHW (opositional reading).  Lingkungan sosial dan “manfaat” merokok lebih kuat mempengaruhi mereka bahwa merokok baik-baik saja (negotiated reading). Manfaat mereka artikan sebagai obat stress, memberi kehangatan tubuh, menambah percaya diri, dan menunjukkan kesan diri dewasa serta maskulin.

Pengetahuan yang diberikan dari PHW terhadap perokok tidak lantas membuat para perokok untuk mengurangi dan berhenti merokok.Mereka tetap mengkonsumsi rokok karena pengalaman mereka memberitahukan bahwa mereka tidak pernah menderita akibat mengkonsumsi rokok. Selain itu informan juga menyatakan bahwa adanya konten gambar-gambar penyakit pada kemasan rokok juga tidak membuat mereka takut, karena mereka beranggapan bahwa gambar- gambar penyakit tersebut berlebihan dan dibuat-buat tidak sesuai dengan efek merokok yang mereka rasakan.

Tawran dari pemikiran ini, bahwa pemerintah harus tentap mengimplemetasikan PP 109/2012 dan Permenkes No.28 tahun 2013 dan Permenkes No.28 tahun 2013 dalam kebijakan baru kepada produsen dan konsumen. Selain dengan PHW, pemerintah (Kemkes) juga memberikan sosialisasi berupa pendidikan kesehatan tentang bahaya rokok dan zat adiktif lain kepada masyarakat umum melalui media massa secara popular sekolah dan pesantren ramadhan. Media-media tersebut yaitu seperti iklan layanan masyarakat, even, dan lain sebagainya. Peran pendidikan kesehatan adalah mencegah dengan ‘memahami’, bukan memberikan rasa takut.

Selanjutnya, PHW terus diperbarui (inovatif dan kreatif), diperjelas gambar, dan dibuat gambar berdasarkan lokalitas perokok pemula agar lebih mengena perokok pemula sesuai sosial budaya setempat. Misalnya pemanfaatan public opinion yaitu ninik mamak, alim-ulama, cadiak pandai, tentang  gambar PHW untuk mengingatkan larangan merokok bagi anak kemenakan dan generasi  muda.