Mengurangi Makanan Sisa

Mengurangi Makanan Sisa

Artikel () 13 Mei 2019 19:20:25 WIB


Harian Bisnis Indonesia edisi 5 Mei 2019 dalam salah satu halamannya mengeluarkan tulisan dengan judul “Cerdik Mengelola Sisa Makanan”. Tulisan ini memaparkan data dari FAO tahun 2016 di mana negara pembuang sampah makanan terbesar di dunia (per kg per orang per tahun) adalah Saudi Arabia (427), Indonesia (300) , Amerika Serikat (277) dan Uni Emirat Arab (196). 

Berdasar data FAO, jumlah sampah makanan di Indonesia sebanyak 13 juta ton setahun. Jumlah 13 juta ton ini bisa digunakan untuk menghidupi 28 juta orang. Sampah makanan yang dimaksud bersumber dari rumah tangga, ritel, dan restoran. 

Data FAO juga menyebut bahwa sepertiga makanan yang diproduksi di dunia berakhir menjadi sampah. Jumlahnya sekitar 1,3 miliar ton per tahun. Jika dikonbersi ke dalam dolar sekitar 750 miliar dolar AS. Padahal masih ada 795 juta orang di dunia yang masih kelaparan. 

Data FAO juga menyebutkan bahwa sampah makanan di tempat pembuangan. menghasilkan gas metana 21 kali lebih berbahaya dari CO2 yang bisa memicu efek rumah kaca dan pemanasan global. 

Pengamatan saya ketika makan di rumah makan atau warung makan, memang masih banyak orang yang tidak menghabiskan makanan yang sudah dibelinya. Bahkan beberapa kali saya lihat ada yang sekedar memesan tanpa maksud untuk dimakan. Hanya sekedar memesan karena temannya juga memesan.

Hal semacam ini memang sebuah ironi. Bahwa ternyata orang-orang yang sanggup membeli makanan di rumah makan atau warung makan seperti membuang uang mereka tanpa merasa berdosa, meskipun uang itu milik mereka yang sepenuhnya hak mereka untuk digunakan sesukanya. 

Jika saja kebiasaan memesan makanan tapi tidak dihabiskan ini bisa dikurangi, dampaknya adalah berkurangnya sumber daya yang terbuang sia-sia sehingga tidak menjadi sampah dan tidak menimbulkan gas metana. Selain itu, juga bisa berempati kepada mereka yang masih susah untuk makan sehari-hari. 

Bahkan, jika sudah bisa mengendalikan pemborosan dalam memesan makanan, uangnya bisa disumbangkan kepada fakir miskin, yatim piatu, panti asuhan dan lainnya. 

Bisa dibayangkan jika mengacu data FAO, setiap orang di Indonesia membuang sampah makanan sebanyak 300 kg per tahun. Jumlah yang cukup besar dan seolah-olah menunjukkan orang Indonesia adalah orang yang berduit. Padahal faktanya masih banyak yang hidupnya tidak menggembirakan. 

Oleh karena itu, di momen bulan Ramadan yang sangat penuh dengan aura positif ini, kita bisa berupaya mengendalikan pembelian makanan untuk dikonsumsi agar tidak ada yang terbuang. Karena masih banyak saudara kita di tempat lain maupun belahan bumi lain yang nasibnya masih sulit memenuhi konsumsi makanan sehari-hari. (efs)

Referensi: Bisnis Indonesia, 5 Mei 2019 

ilustrasi: shutterstock dot com