Membangun Citra Positif Petani untuk Mewujudkan Generasi Emas Sumatera Barat

Berita Utama Havina Mirsya \'afra, S. Sos.(DINAS KOMUNIKASI, INFORMATIKA DAN STATISTIK) 23 September 2025 15:24:15 WIB
Oleh: Mahyeldi Ansharullah, S.P., MiM
(Gubernur Sumatera Barat)
Ketahanan pangan adalah fondasi kedaulatan bangsa. Tanpa pangan yang cukup, terjangkau, dan berkelanjutan, sebuah negara akan rapuh, meski memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Indonesia sebagai negeri agraris dianugerahi tanah subur, iklim tropis yang kaya, serta tradisi pertanian yang telah mengakar sejak berabad-abad. Di balik anugerah itu, kita menghadapi kenyataan bahwa minat generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian kian merosot, seolah profesi petani tidak lagi dipandang terhormat. Kenyataannya, sektor pertanian bukan hanya urusan sawah dan ladang, melainkan motor ekonomi bangsa.
Data BPS mencatat, pada tahun 2024 sektor pertanian menyumbang antara 11,31%–12,53% terhadap PDB nasional. Pada triwulan I tahun 2025, kontribusinya masih mencapai 10,52%. Fakta ini menunjukkan bahwa pertanian tetap menjadi salah satu dari tiga sektor terbesar penopang ekonomi Indonesia. Artinya, pertanian bukan pekerjaan pinggiran, melainkan sektor strategis yang menjaga stabilitas pangan sekaligus pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, Indonesia sedang menghadapi tantangan serius. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) per Februari 2025 mencapai 4,76% atau sekitar 7,28 juta orang. Dari jumlah itu, kelompok usia muda 15–24 tahun menyumbang angka tertinggi, yaitu 16,16%. Generasi yang seharusnya menjadi energi baru bangsa justru banyak yang tidak memiliki pekerjaan. Kondisi ini berisiko melahirkan berbagai persoalan sosial: dari penyalahgunaan narkoba, kriminalitas, hingga paparan paham radikal.
Kita perlu belajar dari pengalaman Nepal. Negara itu kehilangan banyak tenaga muda produktif karena mereka bekerja sebagai buruh migran di luar negeri. Akibatnya, sektor-sektor vital kehilangan regenerasi, dan perekonomian menjadi rapuh karena bergantung pada remitansi. Indonesia tidak boleh jatuh ke jurang yang sama. Generasi muda kita harus diberi ruang untuk berkontribusi di tanah air, terutama di sektor yang menjamin keberlangsungan hidup: pertanian.
Tantangannya adalah minat generasi muda di Indonesia terhadap dunia tani masih rendah. Survei Jakpat (2023) menunjukkan hanya 6% Gen Z yang berminat bekerja di sektor pertanian.
Dalam satu dekade terakhir (2011–2021), proporsi anak muda di pertanian merosot dari 29,18% menjadi 19,18%, sementara sektor jasa justru melonjak hingga 55,8%. Hal ini tidak terlepas dari stigma lama bahwa petani dianggap pekerjaan kotor, melelahkan, dan berpenghasilan rendah.
Sesungguhnya, pertanian masa kini telah berubah wajah. Teknologi digital menghadirkan era baru: smart farming, digital marketing, agrowisata, hingga startup agritech. Seorang petani muda kini bisa mengelola lahannya dengan sensor modern, menjual hasil panen lewat e-commerce, atau bahkan mem-branding dirinya sebagai agripreneur di media sosial.
Petani bukan lagi hanya penjaga sawah, melainkan food guardian—garda terdepan yang memastikan ketahanan pangan sekaligus motor pertumbuhan ekonomi daerah.
Potensi Besar Pertanian Sumbar Harus Digenggam Generasi Muda
Sumatera Barat adalah provinsi dengan basis pertanian yang kokoh. Data BPS menunjukkan pada tahun 2023 sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menyumbang 21,20% terhadap PDRB Sumbar, bahkan pada triwulan I tahun 2025 masih mendominasi dengan 22,43%. Artinya, sepertiga perekonomian Sumatera Barat bertumpu pada pertanian.
Lebih dari itu, sektor ini juga menyerap tenaga kerja terbesar. Hingga 2023, tercatat sekitar 972.400 orang atau 33% tenaga kerja Sumatera Barat bekerja di sektor pertanian. Sayangnya, sebagian besar (sekitar 88,81%) masih berstatus informal, yang membuat posisi petani rentan dari sisi jaminan sosial dan kepastian pendapatan.
Dari sisi produksi, capaian pertanian Sumbar cukup membanggakan. Produksi padi meningkat dari 1,37 juta ton GKG pada 2022 menjadi 1,47 juta ton pada 2023. Produksi cabai mencapai 127.620 ton, bawang merah 233.915 ton, jagung dan hortikultura lain juga tumbuh.
Untuk perkebunan, Sumatera Barat menghasilkan 668.605 ton kelapa sawit, 14.053 ton kopi, 42.840 ton kakao, 13.970 ton gambir, serta 145.585 ton karet. Angka-angka ini menunjukkan Sumatera Barat tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan lokal, tetapi juga berpotensi besar menjadi lumbung pangan dan komoditas ekspor.
Meski demikian, regenerasi petani menjadi tantangan nyata. Usia petani rata-rata semakin menua, sementara anak muda banyak yang enggan masuk ke dunia pertanian. Padahal, dengan sentuhan teknologi dan digitalisasi, sektor ini justru menjanjikan masa depan cerah bagi generasi muda Sumatera Barat.
Peran Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
Untuk menjawab tantangan tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menyiapkan strategi membangun citra positif petani sekaligus membuka jalan bagi generasi muda agar melihat pertanian sebagai masa depan yang bergengsi:
1. Kampanye Publik Citra Petani melalui media massa dan digital, menampilkan kisah sukses petani milenial sebagai role model.
2. Edukasi dan Bimbingan Teknis: pelatihan digital farming, smart agriculture, dan pemasaran online bagi anak muda.
3. Penguatan Ekonomi dan Kelembagaan Petani: koperasi modern, kemitraan dengan dunia usaha, serta akses pembiayaan yang ramah generasi muda. Kehadiran Koperasi Merah Putih menjadi instrumen penting untuk melawan jeratan tengkulak dan memperkuat kemandirian petani.
4. Program Inovasi dan Digitalisasi Pertanian: pengembangan startup agritech, riset teknologi, dan platform e-commerce untuk produk pertanian Sumbar.
5. Agrowisata dan Branding Daerah: menjadikan pertanian terintegrasi dengan pariwisata dan ekonomi kreatif.
6. Program Khusus Generasi Muda: Petani Milenial Sumbar dan penghargaan Sumbar Agricultural Award untuk menarik minat generasi baru.
7. Integrasi dengan Program Nasional: optimalisasi Program Makan Bergizi Gratis sebagai pasar tetap bagi produk pertanian lokal dan Koperasi Merah Putih sebagai penyedia permodalan bagi petani agar terhindar dari jeratan tengkulak.
Kombinasi program ini akan memperkuat ekosistem pertanian Sumatera Barat. Dengan adanya pasar yang jelas, permodalan yang kuat, serta inovasi teknologi, profesi petani akan semakin menjanjikan. Anak muda tidak lagi melihat pertanian sebagai masa depan suram, tetapi sebagai profesi modern, bergengsi, dan penuh peluang.
Menuju Generasi Emas Sumatera Barat
Membangun citra positif petani bukan sekadar soal citra, melainkan investasi strategis untuk masa depan. Jika generasi muda Sumatera Barat berani memilih jalan menjadi petani modern, kita bukan hanya mengurangi pengangguran, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan, mencegah penyimpangan sosial, dan menjaga kedaulatan ekonomi daerah.
Bayangkan, di tahun 2045 ketika Indonesia merayakan satu abad kemerdekaan, anak-anak muda Sumatera Barat berdiri sebagai garda terdepan dalam mewujudkan kemandirian pangan nasional.
Dari ladang dan sawah Minangkabau, lahirlah generasi emas yang tidak hanya menjaga perut bangsa, tetapi juga mengibarkan nama daerahnya sebagai pelopor pertanian modern di Indonesia.
Kini saatnya kita mengubah stigma: petani bukan pekerjaan rendahan, melainkan profesi mulia, modern, dan strategis. Karena dari tangan-tangan petani, lahir kehidupan. Dari kerja keras mereka, lahir harapan. Dan dari generasi muda yang berani bertani, lahirlah Generasi Emas Sumatera Barat.