PENGUSAHA MEMBANGUN NAGARI

Artikel Pinto Janir(Pinto Janir) 17 Maret 2015 03:23:41 WIB


Karena sama-sama sesuku, saya menganggap seorang H Nelson itu dunsanak. Bagi H Nelson, saya juga dianggap seperti saudara kandung. Di tempat saya bekerja di Serambi Pos, H Nelson adalah pemimpin umum dari Mingguan itu. Pemimpin Redaksinya Yurman Dahwat, nak rang Lubukbuaya yang saya kenal sejak saya remaja—ketika menjadi wartawan Mingguan Canang. Di Mingguan ini, Pak Man---begitu saya menyapa YD—menjabat Redaktur Pelaksana.

               Sementara, saya mengenal seorang H Nelson (HN) sudah sejak bertahun juga. Di mata saya, beliau adalah seorang pengusaha sukses yang tetap memajukan usaha di kampung halaman.

               Beda H Nelson dengan pengusaha Minang lainnya adalah, kalau pengusaha yang lain sukses di rantau tapi tak banyak yang mau berinvestasi di daerah sendiri. H Nelson sebaliknya, sukses berusaha di ranah sendiri baru ia menjalar ke ranah ‘orang lain’.

               Ada makna tersirat yang saya lihat; adalah seorang H Nelson mendahulukan kampung halaman, baru keluar!

               Konon, kini H Nelson mengemangkan bisnis di Jakarta dan Riau.

               Bisnis H Nelson banyak. Mulai dari SPBU hingga perdagangan umum serta properti. Di mata saya, HN adalah pengusaha bertangan dingin. Seakan-akan apa yang ia pegang dan ia lakukan akan mendulang sukses di kemudian hari.

Banyak pengusaha kita atau pengusaha luar yang malas berinvestasi di Sumatera Barat, dengan alasan lebih banyak ‘rumit’nya ketimbang mudahnya—salah satunya banyak lahan yang dikuasai ulayat. Tapi tidak begitu dengan H Nelson. Dengan kesungguhan hati, ia membangun kawasan objek wisata termegah di Sumatera.

Sebelumnya saya berpikir, sekiranya kawasan yang megah itu dibangun Pak H Nelson di Pekanbaru, saya yakini akan cepat pulang modal dan tiap hari tinggal mengumpulkan pitih saja lagi. Mengapa begitu, di Pekanbaru duit lebih banyak mengumpul ketimbang di Sumbar. Pekanbaru minim objek wisata. Orang pekanbaru tak akan berhitung banyak untuk mengeluarkjan uang demi kesenangan berekreasi keluarga.

Saya sempat bertanya ke Pak H Nelson tentang hal itu. Apa jawaban beliau? Jawaban beliau adalah senyum. Belakangan saya artikan senyum itu sebagai senyum manis anak nagari membangun ranah.

Saya banyak menulis tentang pembangunan kawasan objek wisata itu. Bahkan, sebelum objek itu dibuka, saya sudah menciptakan lagu untuk mendukung promosi objek tersebut.

Pada suatu sore, di tengah pembangunan objek wisata itu saya bercakap-cakap dengan Pak H Nelson tentang apa dan bagaimana objek ini kelak. Objek ini belum ada namanya. Dikatakan Pak H nelson bahwa objek ini akan dikelola oleh PT Minang Fantasi......

“ Bang, di Jakarta ada Dunia Fantasi. Di Sumbar ada Minang fantasi....” kata saya pada H Nelson yang saya panggil abang. Lekas H Nelson menjawab: “ Kalau begitu, kita beri saja namanya Mifan saja Pinto”, ujar H Nelson dengan wajah berbinar-binar. Dalam tulisan saya mengenai objek wisata ini yang dimuat di Mingguan Canang, objek itu telah bernama Mifan!

Saya bersyukur bisa terlibat dalam pemberian nama Mifan yang langsung meluncur spontan dari mulut Pak H Nelson.   

Kembali ke soal Mifan. Kita tahu, Padangpanjang adalah kota transit Padang-Bukittinggi. Jarang wisatawan singgah ke kota ini. Selain itu, Padangpanjang adalah kota hujan. Adalah sebuah ‘keanehan’ bila di Padangpanjang yang berhujan dibangun objek wisata air yang megah. Itu mirip dengan ‘guyonan sosial’ ; cindua takacau hari hujan...atau menjual es cendol di musim hujan.

Tapi seorang H Nelson tetap mempunyai keyakinan, bahwa Mifan akan maju dan sekaligus membawa harum nama kota Padangpanjang di blantika kepariwisataan tanah air. Bukan itu saja, Mifan telah mendongrak pemasukan bagi kota ini. Mifan bagi kota Padangpanjang adalah berkah pembuka ekonomi masyarakat kota.

Keyakinan dan kekuatan pikiran H Nelson saya yakini seperti keyakinan yang ‘putus’ makrifat bisnisnya. Ketika orang tak banyak berinvestasi di kota Payakumbuh, seorang H Nelson justru membangun swalayan besar di tengah kota ini. Sebelumnya, sebuah plaza yang sudah lama berdiri di kota ini, agak sepi pengunjung. Tapi itulah, ketika Pusat Perbelanjaan Niagara hadir di Payakumbuh, langsung saja ramai pengunjung. Ia menjadi satu-satunya swalayan teramai di kota itu.

H Nelson dan pikiran. H Nelson dan perbuatan. Hebat nian memang. Banyak usahanya di kota Bukittinggi. Mungkin ada ribuan orang yang bergantung secara langsung kepadanya. Catat saja, betapa banyak karyawan di tiap bidang usaha yang ia buka. Secara tak langsung, seorang H Nelson adalah orang yang ikut membangun ekonomi kota Bukittinggi.

Sukses H Nelson memberi inspirasi bagi kita semua.

Saya mengenal beliau. Yang paling saya kenal adalah betapa rendah hatinya beliau. Cara bertuturnya tak pernah keras, tak pernah meninggi, jauh dari kesombongan-kesombongan. Ramah. Santun. “ Dalam hidup ini harus kita jauhi melukai hati dan perasaan orang”, itu kata H Nelson.

Selain rendah hati, dari sosok H Nelson yang terkesan bagi saya adalah  kedermawanannya. Ia ringan tangan. Suka membantu orang susah. Ia menjadi tempat mengadu bagi banyak orang.

Puncak kekaguman sosial kita pada H Nelson adalah ketika pada sebuah lahan yang bernilai mahal dan sangat strategis, ia membangun masjid dan pondok pesantren dalam ruang Islamic Centre.

Membangun pondok pesantren, mungkin biasa. Tapi membangun pondok pesantren dilengkapi masjid yang megah dan mewah dan gratis, itulah luar biasanya. Itulah yang dilakukan oleh seorang H Nelson. Tak tanggung-tanggung, puluhan miliar rupiah duitnya ‘melekat’ di bangunan itu.

Pondok pesantren dan masjid yang mewah itu tepat berada dekat bangunan rancak kantor balaikota Bukittinggi. Pusat pemerintahan yang megah dengan gonjongnya, masjid yang mewah, bagaikan sepantun dengan falsafah adat basandi syarak-syarak basandi Kitabullah.

H Nelson dan perbuatan yang bermanfaat bagi orang banyak itu, tetap diam. Tampaknya enggan ia bersorak-sorak. Dia benar-benar semamang dengan ‘ baragiah tangan suok, tangan yang lain tak pernah tahu’.

Beberapa tahun yang lalu, H Nelson pernah digadang-gadang akan maju ke pentas Pilkada kota Bukittinggi. Sebagian kompetitor, gamang mendengarnya. Mengapa? Kalau H nelson maju, ia akan menjadi lawan yang berat bagi sejumlah pesaing. Bisa dipastikan, tahta walikota Bukittinggi akan berpeluang besar berada di tangannya.

“ Tempat saya bukan di politik. Awak orang biasa saja. Biarlah awak menjadi pedagang kecil-kecilan saja”, begitu katanya. Rendah hati adalah cap stempel bagi seorang H Nelson.

Beberapa minggu yang lalu, bersama dengan H Febby Dt Bangso Nan Putiah, kami bercakap-cakap dengan H Nelson di kantornya jalan belakang balok.

“ Nggaklah. Awak indak ka maju bagai jadi walikota doh”, begitu kata H Nelson.

Saya bertanya lagi. Bagaimana dengan Ade Rezki Pratama? Apakah akan mencalonkan diri?

Langsung wajah H Nelson berubah.

Serius dan pelan ia berkata: “ Pinto, Ade saya rasa bukanlah tipe atau sosok yang rakus kekuasaan.Biarkanlah ia berkiprah di DPR RI untuk bangsa kita. Jangan disodor-sodorkan pula ia menjadi walikota. Yakin saya, Ade akan menolaknya. Dan saya juga tak akan merestuinya!” kata H Nelson.

Olala, bagaimana dengan Ade Rezki Pratama?

Baiklah, akan saya kupas pada tulisan berikutnya; Ade Rezki Pratama Inspirasi Anak Muda Sumatera Barat! (Pinto Janir)