Gubernur Irwan Prayitno : Pemanfaatan Potensi Perikanan dan Kelautan Sumbar Perlu Langkah Terpadu

Berita Utama () 04 Juni 2013 10:44:40 WIB


 

Provinsi Sumatera Barat memiliki 7 Kabupaten/ Kota yang berada di wilayah pesisir dengan total panjang pantai ± 1.973,24 Km, 185 buah pulau dan luas laut 186.580 km2, terdapat potensi sumberdaya pesisir dan laut dengan keanekaragaman ekosistem, baik ekosistem mangrove, terumbu karang, maupun padang lamun (seagrass).Pada perairan laut Sumatera Barat, luas mangrove diperkirakan mencapai 43.186,71 Ha, terumbu karang 36.693,27 Ha, dan padang lamun seluas 2000 Ha.

 

Ini disampaikan Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno dalam acara pembukaan Pembukaan Rapat Koordinasi Pemerintah Provinsi Dan Kabupaten/ Kota Di Wilayah Pesisir Pantai Barat Pulau Sumatera Tahun 2013 di Padang, Selasa (4/6). Hadir dalam kesempatan tersebut, Wakil Gubernur Muslim Kasim, utusan Gubernur / Bupati Provinsi Aceh, Sumut, Bengkulu, Lampung, Bupati/Walikota Pesisir Pantai Sumatera Barat, Forkopinda, beberapa Kepala SKPD dilingkungan Pemprov. Sumbar

 

Lebih jauh Irwan Prayitno menyampaikan, ekosistem-ekosistem tersebut mengandung potensi perikanan yang cukup besar, dimana pada tahun 2011 untuk perikanan tangkap diperkirakan terdapat potensi sekitar 289.936 ton ikan, dengan jumlah produksi sebanyak 196.511,5 ton (67 %) yang mampu dihasilkan.

 

Untuk perikanan budidaya, dari potensi lahan seluas 12.000 Ha, baru mampu dimanfaatkan seluas 3,43 Ha dengan jumlah produksi sebesar 78,58 ton.Sedangkan untuk perikanan darat, dari luas lahan sebesar 14.398,79 Ha, mampu memberikan produksi perikanan sebesar 128.102,33 Ton.

Dengan tingkat produksi tersebut, sektor perikanan bersama dengan pertanian, peternakan dan kehutanan selalu memberikan kontribusi terbesar di dalam struktur perekonomian Provinsi Sumatera Barat setiap tahunnya, ungkapnya

 

Gubernur juga menyampaikan, kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan di Sumatera Barat dilaksanakan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan dengan tetap melakukan upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil.

 

Namun demikian, kebijakan yang telah diambil tersebut masih dihadapkan kepada berbagai permasalahan, yang diantaranya, Angka kemiskinan masyarakat nelayan yang cukup tinggi. Hal ini diakibatkan rendahnya SDM nelayan, kualitas sarana yang masih sederhana, serta minimnya akses permodalan bagi nelayan.

 

Kedua,penangkapan ikan ilegal, penangkapan ikan secara berlebihan, serta penangkapan ikan dengan menggunakan bahan dan alat terlarang (bom, putas, setrum, dll). Ketiga eksploitasi sumberdaya kelautan dan perikanan yang tidak memperhatikan aspek konservasi, dan pelestarian lingkungan. Keempat belum maksimalnya pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan serta penegakan tindak pidana perikanan.

 

Kelima, kerentanan terhadap bencana. Sepanjang pantai barat Pulau Sumatera merupakan wilayah yang berada diantara Bukit Barisan dan lempeng Eurasia yang berpeluang terjadinya gempa dengan potensi tsunami. Dalam 10 tahun terakhir, kawasan pesisir barat Pulau Sumatera mengalami puluhan gempa bumi dengan skala besar dan menengah, dengan pusat gempa berada di darat dan laut.

 

Keenam, kerusakan ekosistem seperti terumbu karang dan hutan mangrove yang merupakan green belt dan berfungsi mereduksi energi gelombang yang sampai ke pantai menyebabkan wilayah pada pesisir pantai barat Pulau Sumatera rentan terhadap bencana seperti tsunami dan abrasi. Ketujuh, migrasi ilegal. Lemahnya pengawasan pada wilayah pesisir barat Pulau Sumatera, seringkali dimanfaatkan sebagai jalur migrasi ilegal orang asing.

 

Untuk diperlukan suatu langkah kebijakan terpadu dan berkelanjutan (sustainable) pada skala regional dan nasional melalui perencanaan pengelolaan strategis (strategic plan), mengintegrasikan setiap kepentingan dalam keseimbangan (proporsionality) antar dimensi ekologis, dimensi sosial, antar sektoral, disiplin ilmu dan segenap pelaku pembangunan, ujarnya