Sosialisasi Teknis Penilaian DUPAK Bagi Tenaga Fungsional Ahli Widyaiswara di Lingkungan Badan Diklat Provinsi Sumatera Barat

Artikel Badan Pendidikan dan Latihan(Badan Pendidikan dan Latihan) 27 Januari 2016 17:40:56 WIB


Kegiatan ini menjadi agenda pembuka Badan Diklat Provinsi Sumatera Barat di tahun 2016 yang pelaksanaannya pada tanggal 20 Januari 2016 bertempat di Aula Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Sumatera Barat. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memahamkan Permen PAN dan RB NOmor 22 Tahun 2014 Mengenai Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Permen PAN Nomor 14 tahun 2009 kepada seluruh Widyaiswara di Padang. Melalui sosialisasi ini diharapkan terjadi kesamaan pemahaman antara semua komponen dan menjadi landasan baik dalam pengambilan kebijakan maupun dalam pelaksanaan teknis adminstratif terkait dengan jabatan fungsional dan angka kredit widyaiswara.

Acara dibuka oleh Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Sumatera Barat Bapak H. Rosman Effendi, SE, SH, MM dan dihadiri oleh seluruh pejabat, widyaiswara dan sejumlah staf. Selanjutnya paparan Tim Penilai Daerah yang diketuai oleh Bpk. H. Tamardi A. Rivai, M.Si dan tanya jawab.

Banyak catatan penting yang menjadi hasil pembahasan peraturan tersebut. Pertama, perubahan diawali dengan definisi widyaiswara sendiri. Dalam peraturan lama widyaiswara didefinisikan sebagai jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk mendidik, mengajar dan/atau melatih PNS pada Lembaga Diklat Pemerintah. Pada peraturan baru tertulis bahwa widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional dengan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak untuk melakukan kegiatan dikjartih PNS, evaluasi dan Pengembangan Diklat pada Lembaga Diklat Pemerintah. Dari dua klausul tersebut dapat dilihat bahwa tugas dan fungsi widyaiswara pada aturan baru tidak sekedar melakukan dikjartih melainkan melakukan evaluasi dan pengembangan diklat. Yang dimaksud dengan evaluasi adalah evaluasi penyelenggaraan diklat sedangkan yang dimaksud dengan pengembangan adalah melakukan analisis kebutuhan diklat (AKD) dan menyusun modul diklat. Hal ini berdampak terhadap kebijakan Badan Diklat mengenai perencanaan kegiatan evaluasi dan pengembangan serta pendistribusian tugas pelaksana kegiatan tersebut agar widyasiwara terlibat didalamnya sehingga memiliki kesempatan untuk memperoleh angka kredit dari unsur tersebut.

Pada pasal 9 kemudian dijelaskan bahwa widyasiwara juga dapat melakukan dikjartih bagi Non Aparatur Sipil Negara dalam lingkup binaan instansinya. Konsekuensinya adalah pengakuan bahwa apabila widyaiswara melakukan dikjartih bagi Non Aparatur Sipil Negara maka dapat dihitung angka kreditnya selama dilakukan dalam lingkup kediklatan.

Diskusi menjadi lebih seru ketika muncul pertanyaan mengenai kegiatan widyaiswara di luar lembaga kediklatan. Apakah kegiatan mengajar widyaiswara di luar lembaga kediklatan dapat dihitung angka kreditnya? Berdasarkan definisi maka jelas bahwa widyaiswara hanya dihitung angka kreditnya ketika melakukan dikjartih dalam kegiatan kediklatan, sedangkan penyelenggara kedilatan di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat adalah Badan Diklat Provinsi Sumatera Barat. Hal ini menjadi penting karena terkait dengan legalitas dalam bentuk surat tugas dan surat pernyataan melakukan dikjartih.

Kedua, nomenklatur jabatan widyasiwara berubah dengan menambahkan kata "ahli" di tengahnya. Selengkapnya jabatan widyaiswara menjadi Widyaiswara Ahli Pertama, Widyaiswara Ahli Muda, Widyaiswara Ahli Madya, Widyaiswara Ahli Utama.

Ketiga terkait unsur dan sub unsur kegiatan yang dapat dihitung angka kreditnya. Pada peraturan baru uraian Kegiatan Widyaiswara sudah mengakomodir kegiatan Dikjartih dari Diklat dengan pendekatan "Pola Kurikulum Baru". Unsur utama yang pada peraturan lama hanya 3 sub unsur pada peraturan baru menjadi 4 sub unsur yaitu Pendidikan dan Diklat, Pelaksanaan Dikjartih, Evaluasi dan Pengembangan Diklat dan Pengembangan Profesi. Pada sub unsur Dikjartih boleh dilakukan dalam bentuk coaching, counselling, pembimbingan, benchmarking, dst. Sebagai perbaikan dari peraturan lama butir kegiatan yang dalam peraturan lama sejumlah 175 butir mengalami pengurangan menjadi 57 butir. Penurunan jumlah butir ini disebabkan oleh sistem penilaian angka kredit yang lebih sederhana dan bersifat "tunggal". Sistem ini merupakan perbaikan dari sistem penilaian angka kredit yang disesuaikan dengan jenjang jabatan dan jenis diklat yang dikerjakan (bersifat tidak sama dan tergantung pada jenjang jabatan masing-masing Widyaiswara) pada peraturan lama.

Hal lain yang menarik adalah system penilaian unsur dikjartih. Pada peraturan lama sub unsur kegiatan Dikjartih (tatap muka) harus bersifat satu paket kegiatan dengan melengkapi bahan ajar, GBPP/SAP, dan bahan tayang sedangkan pada peraturan baru sub unsur kegiatan Dikjartih (tatap muka) boleh tidak bersifat satu paket dengan bahan Diklat seperti bahan ajar, GBPP/SAP, dan bahan tayang (bersifat optional). Artinya, ketika widyaiswara mengajukan hanya mengajukan bukti fisik SPMT saja maka akan dihitung angka kreditnya tapi hanya dari kegiatan tatap mukanya saja.

Keempat, di peraturan lama penilaian prestasi kinerja widyaiswara hanya berdasarkan angka kredit saja sedangkan dalam peraturan baru penilaian kinerja widyaiswara dilakukan melalui dua cara yaitu penilaian prestasi kinerja oleh atasan langsung melalui SKP dan penilaian angka kredit melalui mekanisme pengajuan DUPAK yang akan dinilai oleh tim penilai angka kredit. Sehubungan dengan itu widyasiwara berkewajiban mengumpulkan angka kredit setiap tahun sebanyak ¼ jumlah kumulatif yang dibutuhkan untuk naik pangkat/golongan yaitu 12.5 untuk WI Ahli Pertama, 25 untuk WI Muda, 37.5 untuk WI ahli Madya dan 50 untuk WI Ahli Utama.

Kelima, mengenai pembebasan tugas widyaiswara. Dalam peraturan lama widyaiswara dibebaskan sementara dari jabatannya apabila dalam jangka 5 tahun tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang ditentukan untuk naik pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi bagi Widyaiswara Pertama s.d Madya, dan dalam jangka 1 tahun bagi Widyaiswara Utama, sedangkan pada peraturan baru ketentuan pembebeasan sementara tersebut dihilangkan akan tetapi diatur dengan konsep "maintenance" jumlah angka kredit wajib minimal tertentu yang harus diperoleh tiap tahun (PP 46 tahun 2011, dikaitkan dengan SKP). Dijelaskan pula bahwa pemberhentian Widyaiswara dikaitkan dengan ketentuan umum yang berlaku untuk PNS yakni Ketentuan PP No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS dan PP No. 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS, dimana salah satu unsur yang digunakan dalam mengukur kinerja Widyaiswara adalah wajib tercapainya SKP.

Masih banyak catatan penting hasil pembahasan peraturan tersebut. Secara umum Permen PAN dan RB Nomor 22 merupakan sebuah paradigma baru. Malah narasumber mengungkapkan akan dilakukan inivasi dalam hal bukti fisik. Selama ini bukti fisik dinilai dalam bentuk printout, kedepan dapat dikirim dalam bentuk soft copy. Semoga peraturan baru tersebut menjadi solusi atas masalah-masalah yang terkait dengan jabatan fungsional dan angka kredit widyaiswara yang selama ini sering bermasalah.