Kominfo dan Humas

Kominfo dan Humas

Artikel Bagian Penerangan(Biro Humas Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Barat) 14 Oktober 2016 21:14:06 WIB


Kominfo dan Humas

Oleh : Zardi Syahrir,SH.MM

“ Dalam pelaksanaan perubahan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang perangkat daerah, terutama OPD urusan informatika terhadap peran fungsi Humas dan Kominfo. Dan penempatan peran dan fungsi antara keduanya ini sesungguhnya terdapat perbedaan letak posisi terhadap bentuk kualitas dan makna dari pelayanan masing-masing dalam menghadapi tantangan yang lebih luas di era globalisasi informasi saat ini ”.

Dinamika penyelenggaraan pemerintahan Repubulik Indonesia di era berakhirnya Orde Baru, telah terjadi perubahan mendasar dari sistem sentralistik menjadi sistem desentralistik dalam bentuk otonomi daerah. Dan hingga saat ini telah terjadi beberapa perubahan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, mulai dari UU No. 22 tahun 1999 di zaman Presiden BJ Habibie, UU No. 32 tahun 2004 dan saat ini dengan Nomor 23 Tahun 2014 di zaman SBY. Begitu juga dengan Peraturan Pemerintah tentang Organisasi Perangkat Daerah, mulai PP No. 8 Tahun 2003 berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999, PP No. 41 Tahun 2007 berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 dan saat ini dengan PP No. 18 Tahun 2016 berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014.

Kondisi ini menjadi kisah tersendiri bagi urusan Informatika yang disebut saat ini yang dimasa lalu disebut urusan penerangan ( 1945-1999) dan urusan informasi dan komunikasi ( 2000-2015), baik di tingkat nasional maupun di daerah. Penulis ingat betul tanggal 26 Oktober 1999, sehari setelah terpilihnya Presiden Abdurrahman Wahid telah membubarkan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial serta mulai berlakunya UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pokok Pers dan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dengan sistem otonomi daerah.

Kebebasan pers membuka babak baru yang dalam penyelenggaraan pemerintah di Republik Indonesia tercinta ini. “ Hujatan” pada sisi kritis pers dan media dalam setiap pemberitaan baik di nasional maupun di daerah menjadi sesuatu yang lumrah serta menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat menyaksikan amburadulnya penyelenggaraan pemerintahan Republik Indonesia yang pada saat itu dinilai sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Pemberitaan media menjadi liar bahkan tidak terkendali “ Kebebasan Pers yang kebablasan “ hingga memicu pada ketidakstabilan dan kenyaman hidup masyarakat.

Daerah-daerah bergejolak keras yang memicu ketidak percayaan kepada pemerintah pusat di Jakarta , isu perpecahan menjadi-jadi. Kondisi ini hanya dalam selang waktu 2 tahun Departeman Penerangan Bubar, kondisi dinamika perkembangan informasi penyelenggaraan pemerintahan menjadi tidak terkendali serta mendekati perpecahan beberapa daerah yang mengancam terhadap keutuhan Republik Indonesia. Hal ini juga menjadi gejolak anggota DPR RI dengan menunjukan mosi tidak percaya anggota DPR RI ( Impeachment ) terhadap pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid hingga terpilih Megawati sebagai presiden keempat Republik Indonesia.

Di zaman pemerintahan Presiden Megawati ini, begitu pentingnya urusan penerangan / Informasi dalam penyelenggarakan pemerintahan kembali hadir dengan nama baru Kementrian Negara Komunikasi dan Informasi yang dipimpin oleh Menteri Negara Syamsul Mu'arif dalam kabinet Gotong-Royong ( 10 Agustus 2001 – 20 Oktober 2004 ). Namun kondisi ini tidak serta merta ditanggapi pemerintah daerah secara cermat, karena dalam menjaga stabilitas informasi penyelenggaraan pemerintahan yang sering di muat pers dan media massa yang tumbuh pesat, sehingga banyak pemerintah daerah cendrung memperkuat kewenangan humas pemerintah yang berada pada sekretariat daerah termasuk di provinsi Sumatera Barat.

Seiring bergulirnya waktu urusan informasi penyelenggaraan pemerintahan semakin kompleks. Lahirnya UU No. 14 Tahun2018 tentang Keterbukaan Informasin Publik dimana informasi penyelenggaraan pemerintah menjadi hak asazi masyarakat ( public), serta perkembangan tehnologi informasi berdampak pada globalisasi informasi yang secara langsung mempengaruhi masyarakat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pornografi, pornoaksi, anarkis dan pengaruh budaya barat dimedia social, jaringan internet menjadi tidak terkendali, sehingga memudarnya rasa nasionalisme, degradasi moral serta lunturnya budaya jatidiri bangsa. Kewenangan dan keterbatasan peran dan fungsi humas pemerintah tidak mampu membendung kondisi ini.

Menyikapi kondisi ini kehadiran Dinas Komunikasi dan Informatika menjadi amat penting sebagai urusan wajib dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai PP No. 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, serta menjadi sebuah keharusan dalam menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa serta sebagai upaya kembali menghadirkan pemerintah ditengah-tengah masyarakat sebagai salah satu point dari Nawacita.

Hal ini juga pernah terjadi sebaliknya ketika Departemen Penerangan terlahir pada tanggal 19 Agustus 1945 bermoto “ Api Nan Tak Kunjung Padam “ dengan menteri pertama Mr. Amir Sjarifuddin memiliki misi besar membangun rasa nasionalisme kebangsaan, mensosialisasikan kemerdekaan Republik Indonesia, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan mengelorakan semangat membangun masyarakat Indonesia diseluruh pelosok tanah air. Hingga para “ Jupen” juru penerang Departemen Penerangan tersebar hingga ke setiap kecamatan dengan tugas dan semangat api nan tak kunjung padam, sampai-sampai saking waspadanya segala perizinan pers dan penerbitan menjadi sesuatu yang dilakukan dengan hati-hati dan susah didapatkan.

Kefokusan Departemen Penerangan secara sentralistik saat itu menjadikan, publikasi kebijakan dan pengawalan urusan informasi penyelenggaraan pemerintah daerah terabaikan, sehingga ketika penulis bertugas awal masuk humas Sektdaprov. Sumbar ditahun 2000, pernah membaca pada tahun 1983 adanya pemendagri nomor 15 tahun 1983 tentang peran, fungsi dan tugas pokok Humas Pemerintah berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah. Terakhir diperbaharui dengan permendagri nomor 13 tahun 2011 berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah.

Dalam Wikipedia Humas di Indonesia telah dikenal pada tahun 1950an dimana humas bertugas untuk menjelaskan peran dan fungsi-fungsi setiap kementrian, jawatan, lembaga, badan, dan lain sebagainya . Dan pada saat bersama Departemen Penerangan menyikapi dengan membentuk Badan Koordinasi Kehumas ( Bakohumas ) Secara yuridis formal, Bakohumas Didirikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Penerangan No. 31 / KEP / MENPEN / 1971. Lahirnya SK Menpen dalam rangka Pembentukan Bakohumas yang merupakan kelanjutan dari hasil musyawarah antar humas - humas Departemen / Lembaga Negara pada tanggal 6 Desember 1967. Musyawarah tersebut antara lain menyepakati bahwa , untuk memperoleh daya guna dan tepat operasi penerangan setinggi-tingginya maka dipandang perlu untuk membentuk suatu badan yang bertugas mengkoordinir, mengintegrasikan dan mensinkronisasikan kegiatan humas-humas pemerintah.

Menyikapi kondisi perkembangan global informasi saat ini yang melanda Indonesia, penulis berpendapat pengelolaan dan penataan informasi penyelenggaraan pemerintah daerah maunpun nasional mestilah disikapi secara arif dan bijaksana dalam semua kontek sasaran dan dampak dari arus globalisasi informasi tersebut. Jika Kominfo secara arif dan bijaksana mengelola informasi penyelenggaraan pemerintah untuk membangun pemberdayaan dan partisipasi publik / masyarakat, untuk ikut serta dalam pelaksanaan pembangunan serta menjaga persatuan kesatuan bangsa melalui nilai-nilai melestarikan budaya karakater bangsa.

Maka seyokyanya humas pemerintah yang berada disekretariat daerah sebagai regulator, fasilitator dan koordinator kegiatan kehumasan pada setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang memiliki tugas pokok menjaga stabilitas informasi penyelenggaraan pemerintah sesuai arah kebijakan kepala daerah dalam pelaksanaan penyebarluasan informasi yang mencerdaskan, menjernihkan, meluruskan jika terdapat perbedaan pandangan terhadap kebijakan yang dilahirkan pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan ditengah-tengah masyarakat melalui kerjasama pers dan media massa.

Begitu juga keberadaan peran dan fungsi aparat humas pada OPD menjaga stabilitas penyelenggaraan visi dan misi masing-masing perangkat daerah secara konsisten, terarah, terukur dan terkendali, terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah agar dapat berjalan dengan dinamis untuk kesejahteraan masyarakat.

Jika boleh penulis mengibaratkan karakteristek kominfo ibarat kelarasan bodi chaniago yang duduk sama tinggi, tegak sama rendah sedangkan humas ibarat kelarasan ketemangungan yang bersifat titah turun kebawah, kedua-duanya akan saling mengisi dalam urusan informatika guna memajukan dan mengembangkan segala potensi daerah untuk kesejahteraan masyarakat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Akan sama-sama tidak fokus dan maksimal peran dan fungsi pada saat keduanya digabungkan pada atap yang sama, dimana kedua-duanya memang harus menjaga pos dan posisi masing-masing dengan sepenuh hati, untuk menghasilkan karya pengabdian terbaik dalam urusan informatika guna memajukan pembangunan daerah. Salam kemajuan informasi…! (***).