Kemudahan Berusaha di Indonesia

Kemudahan Berusaha di Indonesia

Artikel () 28 Oktober 2016 20:40:53 WIB


Bank Dunia baru-baru ini merilis laporan yang berjudul Doing Business 2017: Equal Opportunity for All. Indonesia termasuk 10 negara yang mampu melakukan reformasi paling gencar dan cepat selama setahun terakhir. Sepuluh negara itu adalah: Brunei, Kazakhstan, Kenya, Belarus, Indonesia, Serbia, Georgia, Pakistan, Uni emirat Arab dan Bahrain.

Bank Dunia menilai ada 7 reformasi positif yang dilakukan Indonesia yaitu: penyediaan listrik, penyederhanaan kontrak, kemudahan memulai bisnis, kemudahan membayar pajak, kemudahan pendaftaran properti, kemudahan perdagangan lintas batas dan penguatan akses kredit. Bank Dunia juga mencatat bahwa pada tahun 2015 ada 3 reformasi positif yang dilakukan Indonesia.

Peringkat Indonesia naik dari 106 di tahun 2015 menjadi 91 di tahun 2016. Dalam grafis yang ditampilkan Bisnis Indonesia, kemudahan memulai bisnis di Indonesia pada tahun 2003 adalah 168 hari, dan pada tahun 2016 turun menjadi 24,9 hari. Sebuah upaya yang layak diapresiasi. Namun jika dibandingkan dengan dunia, memang masih memerlukan perbaikan lagi. Pada tahun 2003 untuk dunia 52 hari, kemudian di tahun 2016 turun menjadi 21 hari.

Namun demikian, ternyata berbagai capaian positif tersebut masih belum mempengaruhi daya saing Indonesia. Posisi Indonesia tahun ini berada di urutan 41, setelah sebelumnya di tahun lalu berada pada posisi 37. Ini dilontarkan oleh World Economic Forum. Di samping itu, posisi Indonesia dalam Logistics Performance Index juga turun dari urutan 53 di tahun 2014 menjadi 63 di tahun 2016.

Selain itu, meskipun menurut Bank Dunia kemudahan perdagangan lintas batas menjadi salah satu reformasi positif dengan semakin sedikitnya jumlah hari yang dibutuhkan, namun secara kumulatif setiap pengusaha membutuhkan 57 hari untuk melewati segala proses yang ada untuk mematuhi segala peraturan di perbatasan dalam melakukan perdagangan lintas batas. Padahal Organisasi Kerjasama untuk Ekonomi dan Pembangunan (OECD, Organization for Economic Cooperation and Development) menargetkan hanya 12 jam.  

Dengan berbagai capaian dalam kemudahan berusaha tersebut, harapannya akan berdampak kepada penurunan pengangguran dan kemiskinan. Namun nampaknya kita mesti mewaspadai apa yang diucapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa pada tahun depan pemerintah masih sulit menurunkan angka kemiskinan. Sri Mulyani menyatakan bahwa masih banyak jumlah penduduk dengan tingkat keparahan kemiskinan yang dalam. Dengan kondisi demikian tidak mungkin mengubah keadaan mereka hanya dengan kebijakan sekali beri saja (Bisnis Indonesia, 28/10/2016).

Lalu bagaimana dengan kemudahan berusaha yang telah mendapat apresiasi Bank Dunia ini? Seperti yang dilontarkan Sri Mulyani, pemerintah mengharapkan terjadinya pertumbuhan dalam usaha karena akan meningkatkan akses lapangan kerja. Pemerintah memberikan subsidi bunga KUR (Kredit Usaha Rakyat) sebesar Rp9,02 triliun untuk penciptaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan. Adapun rinciannya, KUR mikro Rp6,85 triliun, KUR ritel 1,9 triliun, dan KUR penempatan TKI 257 miliar.

Dengan adanya berbagai reformasi dalam memudahkan orang untuk berusaha, harapannya akan mendorong semakin banyak masyarakat yang mau berusaha. Karena pengangguran bisa diminimalkan dengan kegiatan wirausaha ini. Demikian pula halnya dengan kemiskinan, dengan makin banyak orang berusaha maka akan semakin terbuka jalan untuk keluar dari jeratan kemiskinan.

Satu hal lagi yang sudah menjadi isu nasional adalah banyaknya tamatan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) yang menganggur. Orang yang memilih SMK memang bertujuan bekerja setelah lulus SMK, dan tidak ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Berbeda dengan tamatan SMA yang memang diarahkan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi.

Tamatan SMK ini jika tidak mendapatkan pekerjaan setelah lulus, maka ia akan menjadi beban bagi keluarganya. Karena kebanyakan tamatan SMK berasal dari keluarga sederhana. Oleh karena itu, permasalahan seperti ini mesti dicarikan jalan keluarnya, terutama jika dikaitkan dengan reformasi positif dalam kemudahan berusaha.

Dari sisi masyarakat dan swasta, semakin gencar dorongan untuk menumbuhkan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Karena mereka melihat bahwa ini adalah solusi riil dalam menghadapi pengangguran dan permasalahan masyarakat. Di samping itu menumbuhkan UMKM tidak hanya dilepas begitu saja, tapi masyarakat dan swasta membentuk komunitas UMKM dalam rangka memajukan usaha mereka.

Pemerintahpun turut serta mendukung kegiatan UMKM ini, baik dalam hal fasilitas maupun keuangan. Harapannya, terjadi sinergi antara masyarakat, swasta dan pemerintah dalam mendorong tumbuhnya UMKM baru yang bisa berjalan dengan baik. Dan ini ujungnya adalah semakin terciptanya kemudahan berusaha di Indonesia. Dan kemudian hal ini diharapkan akan berdampak kepada meningkatnya daya saing. (efs)

Cat:
Data bersumber dari Bisnis Indonesia edisi 27 dan 28 Oktober 2016

Foto: Bisnis Indonesia 27 Oktober 2016