Pariwisata, Peluang dan Tantangan

Artikel () 23 November 2016 13:42:19 WIB


Pariwisata, Peluang dan Tantangan                                         

Oleh : Arzil

 

Dalam catatannya, Associations Of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Sumatera Barat, menyebutkan sebanyak 80 persen kunjungan wisatawan ke destinasi wisata di Indonesia karena ingin melihat seni budaya dan kearifan lokal.

 

Bahkan, organisasi nonprofit yang intens terhadap perkembangan wisata itu juga menyatakan hampir seluruh daerah di Indonesia memiliki alam yang masih alami dan indah, dan budayanya berbeda-beda, tidak terkecuali apa yang dimiliki Sumatera Barat (Sumbar)

 

Namun, dari pengamatan Asita, potensi itu belum bisa berbuat banyak berkontribusi pada pemasukan devisa bagi Sumbar. Menurut pendapat Ketua I Asita Sumbar Joni Mardianto belum lama ini, penyebab belum mengeliat potensi budaya dan seni dalam menarik wisatawan lebih banyak, diantaranya karena membuat ekspektasi yang berlebihan pada potensi tersebut.

 

Akibatnya, realita dari potensi wisata seni dan budaya maupun wisata alam Sumbar yang didapatkan wisatawan melalui brosur, liflet bahkan gambaran audio visual, ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang mereka lihat sebelumnya. Karena dengan ekspektasi berlebihan itu akan membuat wisatawan kecewa dan tidak akan mau berkunjung lagi.

 

Apa yang diterangkan Ketua I Asita Sumbar bisa dimaklumi, pasalnya memang sektor pariwisata yang bisa “dijual” di Sumbar ini. Jadi sebaiknya pencitraan potensi wisata yang sangat berlebihan dan tidak sesuai kondisi riilnya, segera dihilangkan.

 

Kita harus bisa membuat wisatawan yang sudah pernah datang agar berkunjung lagi, dan ini bukan hal mudah sehingga harus dilakukan bertahap.

Pendapat dari pemerhati wisata Sumbar, Sari Lenggogeni juga perlu kita pertimbangkan. Soalnya, akademisi dari Universitas Andalas (Unand) itu menilai pariwisata akan menjadi pintu masuk untuk Sumbar dalam mengembangkan dae­­­rah­nya, mengingat po­ten­si pertambangan dan Sumber Daya Alam (SDA) tidak ada yang bisa dija­dikan fondasi ekonomi dae­rah ini.

 

 

 

Namun ada penilaian banyak kala­ngan Provinsi Sum­bar belum siap bersaing dalam bidang pariwisata. Bahkan selama ini kabu­paten kota maupun pro­vinsi seakan tidak punya arah kebijakan pariwisata yang jelas.

Menilik dari saran yang dikemukan Sari Lenggogeni, jika benar Sumbar ingin mengangkat pariwisata sebagai modal kekuatan ekonominya terutama dalam menghadapi pasar bebas ASEAN atau dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu seg­mentasi wisata, target pasar, produk dan posisi Sumbar dalam bidang pariwisata.

Aspek penting lainnya yang bisa kita tarik dari penjelasan pemerhati wisata itu, yakni Pem­prov Sumbar harus melakukan langkah bagaimana untuk membuat wisatawan itu bisa betah dan belama-lama di Sumbar.

Secara nasional pun, pemerintahan Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 membuat kebijakan tentang bebas visa kunjungan singkat bagi wisatawan dari 169 negara.

Kebijakan bebas visa selama 30 hari ini merupakan terobosan baru pemerintah yang harus dijadikan peluang besar oleh Pemprov Sumbar untuk meningkatkan jumlah wisatawan ke Indonesia, khususnya Sumbar.

Semestinya, dengan adanya kebijakan pemerintah itu, apalagi Sumbar termasuk kedalam salah satu destinasi wisata halal di Indonesia, semestinya tidak melepaskan kesempatan tersebut dengan percuma.

Sejauh ini kita mengetahui yang berwisata di Sumbar yaitu wisatawan yang mengunjungi Sumbar tidak sam­pai 24 jam atau dalam artian wisatawan lokal. Untuk itu, kedepan Provinsi Sumbar dengan kabupaten kota bisa membuat konsep pariwisata sesuai dengan potensi dan keung­gulan masing-masing daerah.

Jangan ada yang berkompetesi antardaerah seperti membuat kawasan wisata yang sama pada masing-masing daerah. Buatlah produk wisata yang beda dengan daerah lain, sehingga wisatawa berlama-lama di Sumbar. (***)