ANCAMAN TERORIS

Artikel Admin Satpol PP(Satuan Polisi Pamong Praja) 04 September 2013 09:00:43 WIB


Masih ingat kita saat aksi terorisme melakukan pengeboman Bom Bali, BEJ, JW Marriott dan Ritz Carlton serta depan Kedutaan Australia yang menewaskan ribuan warga sipil yang dilakukan dengan sangat matang dan terkoordinir, akibatnya meninggalkan trauma sangat mendalam bagi bangsa Indonesia.

Aksi terorisme baru – baru ini kembali mencuat, membuat rakyat menjadi cemas dan merasa tidak aman, yang dapat terjadi kapan saja dan di mana saja serta dapat mengancam keselamatan jiwa setiap orang, seakan-akan tidak ada lagi tempat yang aman dan dapat dikatakan bebas dari ancaman terorisme. Dalam keadaan saat ini, diperlukan kemantapan stabilitas keamanan di semua bidang, guna mengantisipasi jaringan terorisme di Indonesia agar tidak memiliki ruang untuk tumbuh dan berkembang.

Teroris melakukan rekrutmen dengan cara orang-orang yang putus asa (pelarian) atau ketidakpuasan terhadap NKRI (pemerintahan), juga para pemuda dan preman serta mantan-mantan penjahat, bahkan teroris menghalalkan darah (membunuh) bagi yang menghalangi aksinya karena dianggap thaghut (lawan) dengan syariat yang mereka pegang.

Di Amerika Serikat peristiwa World Trade Center (WTC) di New York, pada tanggal 11 September 2001 yang lalu, dikenal sebagai “September Kelabu”, menewaskan 3.000 korban. Dengan menggunakan tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua diantaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers World Trade Centre dan satu lagi di gedung Pentagon.

Akibat serangan teroris tersebut mengakibatkan pengaruhnya kebijakan politik seluruh negara-negara di dunia, sehingga memerangi Terorisme merupakan prioritas utama sebagai “musuh internasional”. Perang terhadap Terorisme yang dipimpin oleh Amerika, disambut baik oleh negara Eropa dengan mengeluarkan Anti Terrorism, Crime and Security Act, December 2001, diikuti tindakan-tindakan dari negara-negara lain yang pada intinya adalah melakukan perang atas tindak Terorisme di dunia, seperti Filipina dengan mengeluarkan Anti Terrorism Bill.

Di Indonesia sendiri penanganan terorisme telah dilakukan secara intensif sejak lima tahun terakhir, hal ini diantaranya dengan di bentuknnya pasukan Densus 88 Anti terror,oleh Mabes POLRI atau pasukkan khusus lainnya yang tugas utamanya yaitu mengantisipasi dan menggagalkan aksi terorisme di Indonesia.

Munculnya tindakan terorisme di Indonesia karena adanya perasaan tidak puas, benci pada Pemerintah atau kelompok masyarakat tertentu, seperti orang-orang kaya, penguasa dan orang-orang asing yang dianggap telah mengubah akidah, untuk itu mereka ingin merubah idiologi negara Indonesia menjadi negara yang bersyariat Islam. Namun usahanya mengalami hambatan, karena tidak adanya ruang bagi mereka untuk berpartisipasi atau menyalurkan harapan dan kepentingan mereka sehingga menimbulkan aksi radikal, seperti bom bunuh diri di Indonesia.

Kata Terorisme berasal dari Bahasa Perancis le terreur yang semula dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi Perancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Selanjutnya kata Terorisme dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Dengan demikian kata Terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah.

Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu perlaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak dan sering menjadi korban warga sipil.

Aksi teroris dapat difinisikan, tidak saja dilakukan oleh suatu kelompok tapi dapat juga dilakukan oleh orang per orang demi mencapai suatu pemahaman yang radikal. Korban tindakan Terorisme seringkali adalah orang yang tidak bersalah. Kaum teroris bermaksud ingin menciptakan sensasi agar masyarakat luas memperhatikan apa yang mereka perjuangkan untuk menarik perhatian masyarakat luas dan memanfaatkan media massa untuk menyuarakan pesan perjuangannya.

Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Adapun makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang. Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.

Namun belakangan kaum teroris semakin membutuhkan dana besar dalam kegiatan globalnya, sehingga mereka tidak suka mengklaim tindakannya, agar dapat melakukan upaya mengumpulkan dana bagi kegiatannya.

Apalagi sekarang ini teroris semakin sulitnya mencari bantuan dana baik dari jaringan Internasional maupun dari dalam Negeri, perampokan Bank dan toko mas menjadi prioritas dalam mencari dana.