Satpol PP vs Pedagang Kaki Lima

Artikel Admin Satpol PP(Satuan Polisi Pamong Praja) 10 Maret 2014 01:40:25 WIB


Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Satuan Polisi Pamong Praja merupakan musuh terbesar bagi Pedagang Kaki Lima (PKL), dalam melakukan penertiban Satpol. PP sebagai aparat penegakan Peraturan Daerah seringkali terjadinya polemik di masyarakat.

 

Masih banyak lagi aroganisme Pol. PP yang kita saksikan, mulai dari penggusuran atau razia PKL di kota – kota besar lainnya yang bukan mustahil terjadi pelanggaran Hak Azazi Manusia (HAM) seperti yang terjadi dalam kekerasan fisik dan pengerusakan lapak-lapak dagangan tanpa ada tindakan persuasif dan anti rugi dari Pemerintah Kota.

Ir. H. Edi Aradial, MBA (Kasatpol. PP Prov. Sumbar )

PKL sebagai bagian dari usaha sektor informal memiliki potensi untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja, terutama bagi tenaga kerja yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk bekerja di sektor formal karena rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki, untuk itu perlu dilakukan tindakan atau kebijakan dari Pemerintah Daerah agar tidak menimbulkan persoalan di masyarakat.

Besarnya arus migrasi desa-kota akan menimbulkan dampak demikian besar pada daya dukung lingkungan dengan gejala munculnya pemukiman liar (squatter settlement) dan pengangguran yang akan mempertajam persaingan memperebutkan lapangan pekerjaan dan pemukiman. Para pendatang dari desa ini sebagian besar tidak memiliki keahlian atau keterampilan yang dibutuhkan sektor modern, sehingga mereka harus menjalani kehidupan marginal selama bermukim di perkotaan, dengan berjualan di sudut-sudut kota.

Maraknya keberadaan PKL di Kota Padang kerap menimbulkan masalah bagi pemerintah Kota Padang, untuk itu perlunya Peraturan khusus yang mengatur Pedagang Kaki Lima (Perda), mulai dari hak-hak Pedagang Kaki Lima dan perlindungan hukum bagi para Pedagang Kaki Lima itu sendiri.

Bagaimana kita mau menegakkan suatu hukum dan keadilan, ketika cara (metode) yang dipergunakan justru melawan hukum. Apapun alasannya PKL ini tidak dapat disalahkan secara mutlak. Harus diakui juga memang benar bahwa PKL melakukan suatu perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan yang ada di dalam Perda. Akan tetapi pemerintah juga telah melakukan suatu perbuatan kejahatan yaitu melanggar HAM ketika ia melakukan pengrusakan atas hak milik barang dagangan PKL, dan pemerintah juga harus mengganti kerugian atas barang dagangan PKL yang dirusak. Pemerintah belum pernah memberikan suatu jaminan yang pasti bahwa ketika para PKL ini di gusur, mereka harus berjualan di tempat seperti apa.

Menyikapi berita miring terhadap anggota Satuan Polisi Pamong Praja di Kabupaten / Kota terhadap PKL, perlu dilakukan pembinaan dan ditindak keras kepada anggota Satpol. PP tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku. Perlu diketahui bahwa Satuan Polisi Pamong Praja bukan aparat Pemerintah yang melakukan tindakan pengrusakan tatanan kehidupan masyarakat tetapi Satuan Polisi Pamong Praja adalah perangkat Pemerintah Daerah yang melaksanakan tugas Kepala Daerah dalam memelihara dan menyelenggarakan Ketentraman dan Ketertiban Umum, Penegakan Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2010, guna menciptakan kondisi yang mantap di wilayah/ daerah – daerah, dalam arti suatu kondisi dimana Pemerintah dan Rakyat dapat melakukan kegiatan Pembangunan secara aman, tertib dan teratur.

 

Sesuai dengan Visi Gubernur Sumatera Barat sekarang ini Terwujudnya Sumatera Barat Madani yang Adil, Sejahtera dan Bermartabat”, untuk itu Pemerintah Daerah perlu melakukan kebijakan – kebijakan yang bisa menata PKL dengan ter-arah untuk keindah Kota, dengan cara :

    1. Memberikan ruang usaha bagi PKL yang dinilai daerah pusat perekonomian

    2. Memberikan suatu jaminan yang pasti bahwa ketika para PKL ini digusur dengan memformalkan status mereka sehingga bisa memperoleh bantuan kredit bank dengan melalui registrasi (Pendataan PKL) sesuai lokasi dan penempatan yang tidak melanggar Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah.

    3. Memberikan sanksi bagi PKL yang berdagang mengunakan trotoar, badan jalan, taman, jalur hijau dan tempat-tempat lain yang bukan peruntukkannya tanpa izin dari Pemerintah.

    4. Memberikan sanksi apabila mendirikan kios dan/atau berjualan di trotoar, taman, jalur hijau, melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan kerusakan kelengkapan taman atau jalur hijau.

    5. Memberikan shift / jadwal yang bergantian, apabila jumlah PKL melebihi kapasitas penempatan pasar tersebut.

    6. Merelokasi PKL apabila melebihi Kapasitas penempatan pasar tersebut ketempat yang baru, terutama pada pasar – pasar pembantu ( Pasar Inpres ) dengan menata fasilitas – fasilitas PKL di tempat tersebut dengan baik dan teratur.

    7. Memberikan perhatian yang lebih terhadap PKL untuk pemberian Pelatihan dan permodalan terhadap PKL yang telah ditata melalui pendataan dan registrasi secara bertahap.

Perlu saya tegaskan, jajaran Satuan Polisi Pamong Praja agar dalam melaksanakan operasi penertiban terutama PKL, untuk dapat mengayomi dan melayani dengan cara 3S (Salam, Senyum, dan Sapa) dan tidak kasar, seperti memaksa, mengancam dan mengunakan kekerasan, tetapi melalui cara – cara persuasif, simpatik dan edukatif sehingga sedapat mungkin dihindari ” Penggunaan kekerasan ” yang dapat menimbulkan kontra produktif di masyarakat.

Berbagai upaya terus dilakukan Pemerintah untuk menata kota, khususnya menyikapi kehadiran PKL diberbagai jalan protokol, dan perkembangan bangunan-bangunan liar yang dinilai sudah sangat mengganggu kelancaran arus lalu lintas, keindahan dan ketertiban kota, kehadiran PKL dan bangunan liar di sejumlah wilayah, terutama di jalan-jalan protokol, sudah tidak dapat ditoleransi lagi, sehingga kehadiran PKL dan sektor informal lainnya yang sudah puluhan tahun lamanya itu, harus ditertibkan.

Pemerintah Daerah melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan berkembangannya bangunan liar serta kehadiran Pedagang Kaki Lima dengan cara yakni ;

  1. Mencegah dan memberantas terjadinya dan meluasnya bangunan atau kehadiran PKL.

  2. Melindungi masyarakat dari segala kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan/atau bahaya atas meluasnya perbuatan maksiat dari timbulnya bangunan liar atau PKL dengan cepat.

     

    Adapun Pola kerjasama dalam penertiban Pedagang Kaki Lima dengan cara sebagai berikut :

  1. Cara Preemtif, yaitu tindakan pendekatan dan peningkatan kesadaran bermasyarakat dengan cara mensosialisasikan agar masyarakat turut serta menjaga Ketertiban, Ketentraman dan Keamanan dan menjaga lingkungan

  2. Cara Preventif, yaitu tindakan pencegahan terhadap terjadinya gangguan Ketertiban, Ketentraman dan Keamanan dengan melaksanakan razia atau operasional di lapangan.

  3. Cara Represif, yaitu upaya penindakan hukum baik yustisial maupun non yustisial yang dilakukan setelah dilakukan tindakan pendekatan dan pencegahan.

  4. Cara Rehabilitasi, yaitu rangkaian tindakan dan kegiatan untuk memulihkan dan mengembalikan situasi / kondisi wilayah, kelompok dan perorangan pada situasi dan kondisi sebelum terjadinya gangguan Ketertiban, Ketentraman dan Keamanan.

     

    Seharusnya Pemerintah berupaya membangun kawasan PKL Binaan radius 100 meter dari Pasar. Atau juga berupaya untuk merelokasi PKL ke tempat-tempat yang lebih khusus. Melalui relokasi ini Pemerintah Kota berharap dapat membina PKL (bina usaha,bina manusia dan bina lingkungan), menertibkan dagangan, tempat usaha dan sumber hukumnya.

    Meskipun demikian, karena alasan beban sewa di tempat yang baru lebih tinggi serta akan jauh dari pembeli, maka tidak sedikit PKL yang menolak di relokasi dan akhirnya mereka memilih ”kucing-kucingan” dengan aparat, untuk itu perlu dibangun pos terpadu pada titik – titik yang dianggap yang sering melanggar aturan. (Nov)