Utang Luar Negeri dan Investasi

Utang Luar Negeri dan Investasi

Artikel () 31 Oktober 2016 17:09:01 WIB


Wakil Presiden Jusuf Kalla baru-baru ini menyampaikan bahwa dibutuhkan dana 500 triliun rupiah dari APBN 2017 untuk mengangsur utang dan bunganya. Wapres menyatakan bahwa untuk menangani masalah seperti ini yang paling efektif adalah mendorong investasi dari sektor swasta dan meningkatkan konsumsi masyarakat (Bisnis Indonesia, 29/10/2016).

Selama ini investasi selalu diidentikan dengan nominal yang sangat besar sehingga banyak orang yang menjadikan masalah investasi itu seolah olah menyerahkan kepada orang lain yang banyak uang. Padahal saat ini beban pemerintah membayar utang dan bunganya sudah demikian berat.

Di pasar modal, sepengetahuan saya, pihak asing masih dominan. Hal ini ditandai dengan jumlah dana yang besar yang dibawa oleh pihak asing untuk memasuki pasar modal Indonesia. Padahal diperlukan banyak investor lokal untuk menggunakan dananya dalam rangka memiliki saham perusahaan di Indonesia.

Maka gerakan sosialisasi “ayo menabung saham” yang digencarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) perlu diapresiasi. Gerakan ini mensosialisasikan pentingnya berinvestasi dengan aman, mudah dan dimulai dari dana yang sedikit. Diakui bahwa selama ini yang lebih gencar disuarakan adalah gerakan menjadi pengusaha atau wirausaha. Seolah-olah menjadi investor tidak sebaik menjadi wirausahawan. Padahal boleh jadi keuntungan atau gain yang didapat bisa sama besar dalam beberapa tahun.

Dengan semakin mudahnya orang membeli saham, yang ditandai syarat minimal hanya 1 lot atau 100 lembar, maka warga Indonesia akan menjadi pemilik perusahaan dalam negeri. Tidak lagi pihak asing, yang selama ini sudah banyak mengambil keuntungan dari kepemilikan saham perusahaan di Indonesia.

Banyak perusahaan yang bagus kinerjanya, bagus laporan keuangannya, yang bisa dimiliki sahamnya. Jika kepemilikan saham direncanakan untuk jangka panjang, maka dengan memperhatikan analisis perkembangan saham, seseorang bisa mendapatkan nilai saham yang lebih tinggi di masa depan. Ia bisa menjualnya dan mendapatkan keuntungan yang menarik.

Selain investasi yang bisa dilakukan dengan memiliki saham, memiliki obligasi atau sukuk juga bisa berpartisipasi untuk investasi. Dan mungkin jika skalanya besar, bisa mengurangi ketergantungan terhadap hutang luar negeri yang rentan dengan pelebaran nilai tukar. Pemerintah selama ini sudah menerbitkan obligasi ritel maupun sukuk ritel yang dijual dengan pecahan kelipatan 5 juta rupiah dengan bunga atau margin yang menarik. Semakin banyak masyarakat yang berpartisipasi memiliki obligasi atau sukuk ini maka akan semakin besar dana yang dihimpun. Bukan mustahil suatu saat obligasi atau sukuk ini berjumlah besar dan mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri.

Seperti yang disampaikan Wapres JK, ruang fiskal yang disediakan di APBN sangat sempit untuk menopang pembangunan (Bisnis Indonesia, 29/10/2016). Oleh sebab itu Wapres mendorong investasi swasta dan peningkatan konsumsi rumah tangga.

Pembiayaan Sosial

Dalam kondisi yang membutuhkan terobosan, peluang zakat dan wakaf membantu jalannya roda pembangunan terbuka lebar. Menurut Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardoyo Zakat yang dikelola pemerintah dapat berfungsi sebagai stabilisator pembiayaan sosial. Lanjut Agus, dengan nilai wakaf yang terus meningkat akibat pemasukan dari kegiatan produktif dan penambahan wakaf, maka wakaf dapat berperan sebagai penyangga terhadap guncangan ekonomi (Bisnis Indonesia, 28/10/2016). Dengan beban membayar utang dan bunga yang kian besar, zakat dan wakaf adalah alternatif yang bisa dilirik untuk membantu agar masalah sosial seperti kemiskinan masih bisa dapat dibantu jika ternyata dana APBN tidak cukup untuk memberikan bantuan kepada fakir-miskin.

Seperti yang diutarakan Menteri Keuangan Sri Mulyani, pada tahun 2017 sangat sulit menurunkan angka kemiskinan. Pada tahun 2016 angka kemiskinan diperkirakan berada pada 10,6%. Sedangkan untuk tahun 2017 angka kemiskinan diperkirakan berada pada 10,5% (Bisnis Indonesia, 28/10/2016).

Peran ekonomi syariah sangat dinantikan untuk membantu pembiayaan sosial ini. Peluangnya sangat besar. Pertumbuhan kelas menengah yang peduli dengan ekonomi syariah pun cukup bagus seiring dengan bonus demograsi di mana kelas menengah diramalkan akan menjadi penopang ekonomi Indonesia.

Sosialisasi

Yang dibutuhkan untuk menggemakan investasi dan peran alternatif ekonomi syariah sebagai pelaku pembiayaan sosial adalah sosialisasi yang berterusan. Sosialisasi dibutuhkan karena investasi dan ekonomi syariah belum menjadi pelajaran di sekolah. Sehingga butuh usaha yang besar dan memakan waktu cukup lama agar masyarakat dapat memahami dengan baik.

Kadang di sinilah letak kelemahannya. Sosialisasi tidak bisa dilakukan secara berterusan dan dengan waktu lama. Sehingga hal yang sebenarnya fundamental untuk perbaikan ekonomi tidak bisa disebarkan kepada masyarakat banyak.

Penutup

Kembali kepada seruan Wapres JK untuk mendorong investasi swasta, jika mengharap investasi hanya dari pengusaha bermodal besar, belum tentu mereka mampu. Karena mereka jumlahnya sedikit. Jika kembali sejenak ke krisis moneter yang menyebabkan krisis ekonomi tahun 1998 lalu, sektor UMKM ternyata mampu bertahan. Sedang usaha besar justru bangkrut. Maka tidak salah jika saat ini menumbuhkan investor kecil namun banyak, karena uang yang mereka miliki biasanya bukan berasal dari utang sehingga lebih aman digunakan untuk investasi. Memang sudah seharusnya rakyat banyak yang menjadi investor bagi negara ini agar ekonomi tetap kuat dan terhindar dari beban utang dan bunga yang ternyata mempersempit ruang fiskal sehingga fakir miskin pun sulit dibantu negara dengan baik. (efs)

Foto: Bisnis Indonesia, 28 Oktober 2016