Penempatan Kas Daerah di BTN Tidak Ada Kaitannya Dengan Gubernur

Berita Utama () 28 September 2015 14:16:16 WIB


PADANG,SUMBAR — Penempatan kas daerah Provinsi Sumatera Barat menjadi isu hangat pada saat Pemilihan Kepala Daerah Gubernur (Pilkadagub) Sumatera Barat digelar. Semua kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat yang dianggap janggal semasa kepemimpinan Irwan Prayitno kembali diungkap kepermukaan. Maklum saja, Irwan Prayitno maju kembali sebagai calon Gubernur Sumatera Barat pada Pilkadagub 2015 ini, berpasangan dengan Nasrul Abit, kader partai Gerindra.

“Penempatan kas daerah di BTN itu murni kewenangan saya dan langkah yang saya ambil tersebut sudah saya laporkan kepada Irwan Prayitno selaku gubernur saat itu dan kepada Pj Gubernur Sumbar saat ini. Penempatan itu saya lakukan berdasarkan saran dari BPK RI dan Irjen Kemendagri,” ungkap Zainuddin, Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Provinsi Sumatera Barat, Senin (7/9/2015).

Dikatakannya, Irwan Prayitno selaku gubernur pada saat itu tidak pernah memerintahkan penempatan kas daerah di BTN tersebut, sebab itu merupakan kewenangan DPKD, bukan kewenangan gubernur. Kas daerah yang belum terpakai, disarankan oleh BPK dan Irjen untuk dioptimalkan, jangan dalam bentuk giro saja. Sebab, selama ini hanya dalam bentuk giro dengan bunga berkisar antara 3-4 persen.

“Sekarang uangnya kan Rp894,9 miliar yang belum terpakai. Kalau pemda menempatkan di giro saja kan rugi. Untuk itu, disarankan oleh BPK dan Inspektorat, optimalkan itu agar masuk kedalam pendapatan daerah. Maka dimasukan ke dalam bentuk deposito. Sekarang depositonya di Bank Nagari Rp650 miliar. Bagaimana agar saya tidak ada temuan lagi, misal deposito di Bank Nagari 8 persen sekarang, terus dia menunjukan 8 persen itu optimal, bahwa itu bunga tertinggi. Tentu kita membandingkan dengan bank lain. Nah, kalau membandingkan dengan bank lain, kita harus menempatkan di situ sedikit,” ujarnya.

Kalau tak ditempatkan di bank lain, tentu tidak ada pembanding, jelas Zainuddin. Tujuannya hanya untuk pembanding. Jika ditempatkan di Bank Nagari semua, nanti pemda dianggap pula ada moral hazard. Maka ditempatkanlah di BTN sebanyak Rp30 miliar. Sesuai ketentuan yang berlaku memang begitu, sesuai saran dari BPK dan Irjen Kemendagri, yang penting penempatannya di bank persepsi, yang tidak boleh itu ke bank yang namanya tidak jelas.

“Saya selalu melaporkan kepada gubernur posisi kas daerah per bulannya. Per 3 September 2015 adalah sebesar Rp894,9 miliar terdiri dari giro Bank Nagari Rp214,9 miliar, deposito bulanan pada Bank Nagari Rp650 miliar, dan deposito bulanan di BTN Rp30 miliar. Semua deposito bersifat on round atau sewaktu-waktu dapat dicairkan tanpa adanya pinalti,” ungkap Zainuddin lagi.

Ditegaskan Zainuddin, tidak ada kaitannya dengan gubernur. Tidak pernah gubernur (pada waktu itu Irwan Prayitno, red) memerintahkan, dan itu kewenangannya berada di DPKD. Memang disarankan untuk menempatkan dana yang  idle. Tentu dalam bentuk deposito di Bank Nagari.

“Cuma untuk mengoptimalkan depositonya di Bank Nagari, kita kan tidak tahu, di Bank Nagari misalnya 8 persen, di bank lain 9 persen. Kita kan tidak tahu. Kalau kita masukan semua ke Bank Nagari, bagaimana kita mengatakan optimal. Kata Bank Nagari optimal, tapi kenyataannya di bank lain lebih tinggi. Untuk itu, sebagai pembanding, kita tempatkan sedikit di BTN. Pada saat perlu, dimasukan lagi dalam bentuk giro. Biasanya penarikannya di akhir tahun, karena butuh uang banyak untuk pembangunan. Nah, itu yang dipolitisir terus seolah-olah, padahal itu kewenangan DPKD,” pungkasnya.