Memaknai Kembali Kemerdekaan

Artikel () 16 Agustus 2016 09:47:18 WIB


Memaknai Kembali Kemerdekaan
Oleh Irwan Prayitno
Padang Ekspres, 16 Agustus 2016

Pada 17 Agustus 2016 kali ini kita memperingati Kemerdekaan RI yang ke-71. Proklamasi Kemerdekaan yang ditandatangani oleh Soekarno-Hatta mengatasnamakan Bangsa Indonesia ini adalah deklarasi pembebasan Bangsa Indonesia terhadap penjajahan yang telah berlangsung ratusan tahun.

Dalam kurun waktu rentang ratusan tahun yang amat panjang tersebut, perlawanan terhadap penjajah muncul dengan berbagai bentuk. Dari perlawanan fisik yang menggunakan senjata sederhana hingga perlawanan dari kaum terdidik.

Penjajahan secara fisik yang amat menyakitkan, dilawan oleh rakyat dengan menggunakan senjata tradisional maupun rampasan dari penjajah. Betapa tidak imbangnya sebuah bambu runcing dan senjata tradisional lainnya menghadapi senjata modern dan kendaraan tempur para penjajah. Namun semangat yang sangat tinggi, pantang menyerah, berterusan melawan, akhirnya bangsa ini meraih kemerdekaannya dengan izin Allah SWT, seperti yang tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Memaknai kemerdekaan bisa diartikan dua hal. Pertama adalah memaknai perjuangan untuk mencapai kemerdekaan dengan melawan penjajah. Kedua adalah memaknai perjuangan untuk mengisi kemerdekaan. Keduanya seharusnya memiliki karakter yang sama dalam bentuk masing-masing, yaitu semangat tinggi, pantang menyerah, dan berterusan menjaga sikap positif tersebut.

Seorang pelajar, jika ia memiliki semangat tinggi, pantang menyerah, dan mampu menjaga secara berterusan sikap positifnya ini, maka sebenarnya ia telah berjuang mengisi kemerdekaan dengan sebaik-baiknya.

Kita bisa melihat negara-negara maju yang telah merdeka terlebih dahulu, anak bangsanya secara kolektif memiliki semangat tinggi, pantang menyerah dan secara berterusan mampu menjaga sikap demikian, sehingga negaranya maju, berdaya saing tinggi, modern, dan makmur.

Sayangnya, masih banyak dari kita di sini yang justru mengikuti budaya luar yang bersifat konsumtif dan mengedepankan kesenangan. Bukan budaya luar yang mengajarkan semangat tinggi, pantang menyerah, dan berterusan menjaga sikap positif tadi. Sehingga kemerdekaan yang sudah berulang tahun ke-71 ini belum dimanfaatkan oleh para anak bangsa untuk mengejar ketertinggalan dengan negara lain.

Jika kita mampu merasakan betapa tersiksanya dijajah secara fisik, maka dengan kondisi kemerdekaan yang ada ini seharusnya memotivasi kita berjuang lebih keras lagi. Perjuangan yang dimaksud adalah mengaktualisasikan potensi yang ada pada diri kita secara maksimal. Para pelajar, mahasiswa, seniman, budayawan, profesional, birokrat, pejabat, olahragawan, petani, nelayan, pedagang, pengusaha, politisi, dan lainnya yang mengaktualisasikan potensinya, pada dasarnya mereka berjuang mengisi kemerdekaan.

Memaknai kembali kemerdekaan dengan mengaktualisasikan potensi, tetap dalam koridor hukum, atau sesuai aturan yang berlaku. Bukan bebas melakukan semaunya. Karena jika dilakukan bebas semaunya justru akan berdampak negatif bagi orang lain.

Semoga peran tiap kita dalam mengisi kemerdekaan ini bisa mengimbangi mereka yang dulu melawan para penjajah, yang memiliki semangat tinggi, pantang menyerah, dan berterusan. Sehingga hal ini akan berdampak positif kepada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Insya Allah hal demikian bisa mempercepat bangsa ini mencapai tujuannya seperti yang digariskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Allah SWT berfirman yang artinya, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu” (QS. Ibrahim:7). Semoga kita menjadi orang-orang yang mampu bersyukur atas nikmat kemerdekaan ini..

Berita yang sama dimuat dikoran Padang Ekspres, 16 Agustus 2016 (by : Akral/tim e-gov)